Apa Syarat Aqiqah dalam Islam? Ketika melakukan ibadah aqiqah, ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus sejalan dengan syariat Islam. Perlu diketahui bahwa aqiqah dihukumi wajib bagi mereka yang mampu, sementara yang tidak/ kurang mampu hukumnya sunnah.
Aqiqah merupakan bentuk sembelihan hewan untuk bayi yang baru lahir sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat tertentu dan syarat-syarat tertentu juga. Ulama madzhad Syafii dan Hambali, berpendapat bahwa aqiqah hukumnya sunah muakkadah. Pendapat tersebut didasarkan pada hadits Rasulullah SAW sebagai berikut:
“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama”
Nah, ibadah aqiqah sendiri juga harus dilakukan dengan syarat dan ketentuan. Apa syarat aqiqah dalam Islam? Untuk lebih jelasnya, simak ulasannya sebagai berikut.
Syarat Aqiqah Dalam Islam
Supaya ibadah aqiqah tersebut sah dan sesuai dengan ketentuan syariat, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Sekalipun ada yang dihukumi sunnah, namun tetap menjadi syarat dan ketentuan aqiqah yang harus dipenuhi agar bisa diterima. Apalagi aqiqah merupakan salah satu ibadah yang dilakukan sekali seumur hidup.
1. Waktu Aqiqah
Jika berbicara mengenai waktu pelaksanaan aqiqah ini, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun demikian, waktu yang paling disunnahkan ialah hari ke-7 pasca kelahiran. Namun demikian, jika pada hari ke-7 tersebut tidak bisa, maka bisa melakukan pada hari ke 14, namun jika tetap tidak bisa. Maka bisa dilakukan pada hari ke 21.
Pendapat tentang waktu aqiqah di atas, didasarkan pada dalil hadits berikut. Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh satunya. (HR Baihaqi dan Thabrani)
Hanya saja sebagian ulama berpendapat bahwa hadits tersebut merupakan hadits dha’if yang tidak bisa dijadikan sebagai dasar.
2. Hewan yang disembelih
Apa syarat aqiqah dalam islam selanjutnya? Selain waktu aqiqah, maka hal yang harus diperhatikan ialah jumlah dan jenis hewan yang akan disembelih. Untuk bayi laki-laki, anjuran jumlah hewan yang disembelih ialah dua ekor kambing. Sementara itu, untuk bayi perempuan cukup satu ekor kambing.
Sekalipun laki-laki dan perempuan sama-sama makhluk ciptaan Allah, namun dalam urusan aqiqah ini ada perbedaan diantara keduanya. Hal tersebut hampir sama dengan hokum waris dalam Islam, yang mana anak laki mendapatkan dua bagian sementara anak perempuan mendapatkan satu bagian.
Perbedaan jumlah hewan sembelihan antara bayi laki-laki dengan perempuan ini didasarkan pada hadits berikut ini:
“Jika masing-masing anak baik laki-laki maupun perempuan di aqiqah dengan satu ekor kambing maka itu boleh karena ada riwayat dari Ibnu Abbas ra yang menyatakan bahwa Rasulullah WAS mengaqiqahi Hasan ra dan Husain ra masing-masing satu kambing gibas (domba jantan)” (al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i, juz, 1, h. 241).
Kaitannya dengan perbedaan jumlah sembelihan hewan ini, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Perbedaan jumlah kambing tersebut juga ditegaskan dalam hadits lainnya sebagai berikut.
Dari Ummu Kurz, Ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
”Untuk seorang anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan adalah seekor kambing. Tidak mengapa bagi kalian apakah ia kambing jantan atau betina”
3. Memberi Nama dan Memotong Rambut
Memotong rambut menjadi salah satu sunnah dan waktu yang paling dianjurkan ialah saat diadakan aqiqah. Hadits yang mendasarinya pun juga tergolong shahih.
Selain dipotong rambutnya, hendaknya bayi juga diberikan nama yang baik. Perlu diingat bahwa nama anak bagian dari pengharapan dan doa dari orang tua terhadap anaknya. Atas dasar itulah, dalam memberikan nama anak haruslah yang baik dan bermakna baik demi kebaikan anak itu sendiri.
4. Pembagian Daging Aqiqah
Hal yang harus digarisbawahi ialah syarat aqiqah berbeda dengan idul adha, khususnya dalam pembagian daging kurban. Jika daging kurban biasanya dibagikan dalam kondisi mentah, berbeda dengan aqiqah yang dianjurkan untuk dibagikan dalam kondisi matang.
Daging aqiqah yang telah dimasak tersebut kemudian dibagikan kepada fakir miskin, kerabat, tetangga dan yang lainnya. Sementara itu, untuk keluarga boleh juga menikmati daging aqiqah dengan porsi maksimal 1/3 dari keseluruhan hewan aqiqah.
Ibnu Al-Qayim menyatakan bahwa membagikan daging aqiqah dalam keadaan sudah dimasak memang yang utama. Hal tersebut karena memudahkan orang yang mendapatkan daging untuk langsung menyantapnya, tanpa harus repot-repot memasak.
Dengan memberikan santapan siap makan tersebut secara tidak langsung juga akan memberikan kebahagiaan dan kegembiraan bagi yang menerima, terlebih bagi mereka yang jarang sekali makan daging kambing.
Yuph, itulah beberapa syarat aqiqah dalam Islam yang bisa anda ketahui. Wallahu’alam.